A. PENDAHULUAN.
Kata “Jawa” untuk membatasi lingkup wilayah sesuai dengan ruang & waktu. Sehingga dalam hal ini tidak menyoroti Hindu Bali, karena yang diupayakan dengan tulisan ini adalah menampilkan gagasan Hindu Jawa kedepan. Jadi yang sudah Hindu tidak perlu merasa terusik oleh gagasan ini, meskipun baik juga menjadi bahan renungan.
Ada pemahaman yang mutlak benar sepanjang masa, ada pemahaman yang benar hanya untuk ruang & waktu tertentu. Maka dari itu pasti beda Hindu Jawa dengan Hindu Bali, termasuk dengan yang ada di India. Bahkan di India sendiri terdapat puluhan Sekte. Guruji S.A. Bhandarkar ketika ditanya apakah Hindu perlu diseragamkan, dengan tegas menjawab “ Tidak perlu, anda tidak perlu seperti saya, silahkan tampil seperti apa adanya”. Justru inilah kelebihan Hindu dibanding dengan agama lain yang mengetrapkan syariat yang kaku tanpa memperhatikan ruang & waktu, padahal ruang & waktu (jaman) adalah ciptaan Tuhan yang perlu diikuti (kata Swami Vivekananda). Jadi tidak perlu menyoroti Hindu yang ada di Bali, karena Bali sudah mayoritas Hindu apapun bentuknya & dibanding dengan propinsi lain sudah lebih maju dalam bidang agama, ekonomi, social, budaya & spiritual, bahkan bisa menjadi contoh sebagai propinsi yang konsisten menampilkan jatidirinya.
B. KEMBALI MENJADI HINDU.
1. Jatidiri bangsa.
Dr. Filino Harahap, dalam kuliah Studium Generale ITB th 74, mengungkapkan dokumen diperpustakaan Negara Washington yang disusun oleh 10 Doktor terkemuka didunia, menyimpulkan bahwa Indonesia akan menjadi Negara adidaya apabila kembali pada jatidirinya. Jatidiri mencakup Kebudayaan, Adat istiadat, Kemandirian, Spiritualisme, dll nilai luhur dalam praktek kehidupan sehari hari.
Kebenaran pernyataan para ahli tsb terbukti oleh fakta bahwa Negara maju, selalu tampil dengan jatidirinya. Seperti Cina, Jepang, Saudi Arabia & Inggris, bahkan mampu mempengaruhi bangsa lain untuk mengikuti budaya dan adat istiadatnya.
Dalam pada itu banyak para ahli yang memprediksi kejayaan Indonesia dimasa mendatang, salah satunya adalah Goldman Sach mengatakan tahun 2050 Indonesia menjadi Negara maju no 7 didunia setelah China, USA, Hindia, Brasil, Mexico & Rusia. Prediksi ini sepertinya cocok dengan yang dikatakan (disabdakan) Sang Prabu Jayabaya bahwa di tahun 2000 Saka (2078 M) Nusantara menjadi Negara Adidaya. Berarti dari tahun 2050 s/d 2078 tahap demi tahap peringkat Indonesia meningkat dari no 7 menjadi no 1. Namun atas dasar pendapat para ahli tsb diatas, mustahil apabila mayoritas bangsa ini masih menganut agama yang faktanya menggusur budaya & nilai nilai luhur bangsa. Oleh karena itu harus kembali ke agama yang dapat memelihara dan mengembangkan budaya bangsa, sebagai syarat mutlak untuk menjadi Negara Adidaya. Satu satunya agama yang dapat menumbuh kembangkan budaya bangsa adalah Hindu, karena memang sejak dahulu kala bangsa ini beragama Hindu, yang kemudian menimbulkan budaya bangsa yang adiluhung ini.
2. Kejayaan bangsa dijaman Hindu.
Diabad ke 7, ketika dunia Arab masih mengalami zaman Jahiliyah dimana perempuan hanya sebagai komoditas sex, di Jawa sudah berdiri kerajaan besar yang dipimpin seorang perempuan, yang bernama Kanjeng Ratu Shima (Sahana). Ini sebagai bukti bahwa nilai peradaban kita sudah jauh lebih tinggi dengan menjunjung seorang perempuan menjadi raja & panutan.
Diabad ke 9, ketika dunia barat belum mampu membangun monument raksasa, kita sudah membuat candi Borobudur sebagai keajaiban dunia & lagi pula dibangun oleh seorang perempuan bernama ratu Pramodhawardani. Sementara itu, sang suami yang bernama Prabu Rakai Pikatan membangun candi Prambanan sebagai candi Hindu terindah didunia.
Diabad ke 13, ketika Ku Bilai Khan, raja diraja yang menguasai sepertiga dunia, mengirim utusan ke kerajaan Kediri agar tunduk dibawah Mongol, Raja Kertanegara justru menantang perang dengan memotong sendiri hidung & telinga utusan tadi serta disuruhnya pulang. Pasukan Mongol yang kemudian datang dihancurkan oleh menantu Kertanegara yaitu R. Wijaya.
Diabad 14, Majapahit dimasa raja Hayam Wuruk bersama patih (perdana menteri) Gajah Mada, berhasil menyatukan wilayah Nusantara bahkan hampir seluruh Asia Tenggara.
Inilah rangkaian kejayaan bangsa dijaman Hindu yang menampilkan jatidiri dengan ciri ciri percaya diri, mandiri, berani & berpegang teguh pada kebudayaan sendiri.
Dari rangkaian sejarah diatas, dengan menggunakan akal dan penalaran (sebagaimana Hindu mendorong penggunaan nalar, bukan melarang), dapat diambil pelajaran sbb :
a. Sebagai bangsa yang mayoritas Hindu pernah mengalami kejayaan, yang berarti mendapat berkah Tuhan Yang Maha Esa, sudah selayaknya kembali kepada Hindu.
b. Sebagai bangsa Hindu selama 15 abad, yang telah berperan besar dalam membentuk Jatidiri bangsa, mutlak perlu kembali ke Hindu (agar kembali pula Jatidirinya), apabila ingin kembali menjadi Negara Adidaya.
C. ANALISA
. 1. Budaya Jawa Kuno.
Antropologi menemukan kerangka manusia kuno dilembah Bengawan Solo yang berusia empat ratusan ribu th yl & termasuk kerangka tertua didunia, dinamakan Homosapiens Soloensis, sebagai nenek moyang manusia Jawa.
Nabi Adam, yang oleh kaum agama Semawi dianggap manusia pertama didunia apabila ditelusuri hingga sekarang menurunkan tiga ratusan generasi, berarti baru hidup sekitar sepuluhan ribu th yl.
Teori diatas diperkuat oleh Stephen Oppenheimer, peneliti dari Oxford, didalam bukunya “Eden in the East” (Okt 2010) yang menyebutkan bahwa asal mula peradaban berasal dari Indonesia yang dahulu disebut sebagai Sundaland. Ketika es mencair sepuluh ribuan tahun yl permukaan air laut naik hingga 150 meter yang menenggelamkan Sundaland menjadi 17 ribuan pulau seperti sekarang ini. Penduduk menyebar ke Hindia, Mesopotamia, kepulauan Pasifik, Cina, Jepang & Amerika Selatan.
Johannda Nichols, ahli rekonstruksi linguistic menyebutkan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sebagai pusat penyebaran bahasa bahasa dunia, setelah akhir jaman es.
Masih banyak lagi peneliti dunia yang memperkuat teori diatas, seperti Arysio Nunes Dos Santos, Anthony Reid, Peter Belwood & Alexander Adelaar.
Kesimpulannya adalah manusia Indonesia & peradabannya sebenarnya jauh lebih maju dari bangsa bangsa lain didunia.
Peradaban itu dibangun oleh Kepercayaan yang dianut, termasuk peradaban Jawa, yang pasti sudah dimulai ribuan tahun sebelum Hindu datang. Ternyata diluar suku Jawa, banyak sekali kepercayaan yang sudah mengakar menjadi budaya daerah, seperti yang ada di Jawa Barat, Kalimantan, Sumatra Utara dan Sulawesi Selatan. Ketika Hindu masuk ke daerah daerah tsb, terjadilah perkawinan antara kepercayaan lokal dengan agama Hindu, yang kemudian menjadi Hindu Jawa, Hindu Sunda (Sunda Kawitan), Hindu Bali, Hindu Kalimantan (Kaharingan), Hindu Batak, Hindu Bugis (Toraja), dstnya yang pada gilirannya mengakar membentuk Budaya masing masing Daerah, yang kemudian dideklarasikan oleh Mpu Tantular (th 1365) sebagai : “Bhinneka Tunggal Ika”.
Jadi ketika Hindu datang ke Jawa, bukan masuk keruang hampa, tetapi ruang yang sudah sarat dengan nilai nilai berkeTuhanan. Faham “Manunggaling Kawula Gusti” sebagai contoh filsafat Jawa kuno yang ternyata memiliki makna yang sama dengan dasar ajaran Hindu. Bahkan peringatan 7 hr, 40 hr, 100 hr dan 1000 hr bagi yang telah meninggal dunia adalah tradisi Jawa Kuno sebelum Hindu masuk, karena di Hindia tidak ada peringatan semacam ini.
2. Penggusuran Jatidiri.
Pengaruh Barat & Arab, yang menjadikan kebarat baratan dan kearab araban, adalah penyebab utama tergerusnya Jatidiri bangsa. Semua ajaran agama yang asli seperti yang diwahyukan Tuhan pasti benar, tetapi yang disebarkan oleh para pengikutnya, telah terkontiminasi oleh kepentingan politik, ekonomi dan budaya yang dianut oleh ybs.
Al Quran dibukukan dan dibakukan pada zaman Khalifah Usman, belasan tahun setelah nabi wafat. Waktu itu diinstruksikan kepada seluruh komponen bangsa untuk mengumpulkan ayat ayat agar disusun menjadi kitab. Terkumpullah 7 versi kitab. Oleh Usman ditetapkanlah salah satu versi sebagai Al Quran, sedang versi yang lain diperintahkan untuk dibakar. Namun yang beredar hingga sekarang tak berubah adalah Al Quran yang disusun 150 th kemudian, yang ternyata berbeda tata bahasa dan susunannya dengan yang telah ditetapkan oleh Usman. Timbul dugaan :
a. Adanya 7 versi yang disusun setelah nabi wafat, pasti masing masing tidak seluruhnya benar dan tidak lengkap.
b. Al Quran yang terpilih, pasal demi pasal tidak tersusun berdasar waktu yang berurutan sehingga bila ada wahyu & peristiwa yang terlewat, tidak ketahuan.
c. Materi berdasar informasi dari ratusan pengikut nabi, sehingga bisa terjadi terkontiminasi oleh kepentingan pribadi dan golongan.
Contoh beberapa ayat yang kontroversial, a.l.:
1). Al Mu’minuun ayat 5 & 6 : Orang orang yang menjaga kehormatannya, kecuali terhadap isteri isteri mereka atau budak budaknya, maka sesungguhnya mereka tiadalah tercela.
An Nisaa ayat 24 : Diharamkan perempuan perempuan yang bersuami, kecuali budak budak yang menjadi milikmu.
Jelas ayat ini tidak sesuai dengan budaya Jawa dan merendahkan martabat perempuan Jawa. Tidak heran bila TKW digauli majikan Arab karena sudah dibeli layaknya budak.
2). Al Baqarah ayat 120 : Orang orang Yahudi & Nasrani tidak senang kepadamu sampai engkau mengikuti agama mereka ……
Betulkah Tuhan menyampaikan pengabaran ini? Pernyataan ini terlalu rendah untuk diwahyukan Tuhan. Ini memberi kesan bahwa Tuhan hanya berpihak pada umat Islam, sedang kenyataannya umat Nasrani jumlahnya hampir 2 X umat Islam. Kepribadian bangsa Indonesia, yang terbukti dalam sejarah, dapat menerima masuknya semua agama & dapat hidup rukun bersama dengan semua umat beragama, jelas tidak cocok dengan ayat tsb diatas.
Dan seterusnya, masih banyak sekali yang kontroversial dan tak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Sadar tak sadar telah terjadi pembodohan umat melalui dogma yang dipercayai benar padahal tidak melalui akal sehat. Pembodohan yang terus menerus semacam ini pada gilirannya betul betul menjadi bangsa yang bodoh seperti telah terjadi sekarang ini. Jelas ini bertentangan dengan ajaran Hindu yang mengutamakan dialog yang cerdas & bermuatan spiritual, seperti didalam Bhagavad Gita & Sri Yoga Vasishtha (karya Resi Walmiki); tiada lain agar umat terhindar dari kebodohan. Ajaran Hindu mengatakan bahwa orang orang bodoh pada akhirnya menjadi penghuni neraka.
Pembodohan sistemik seperti diuraikan diatas yang meliputi segala bidang (agama, budaya, ekonomi, politik, social & budaya), menjadikan bangsa ini sudah betul betul kehilangan Jatidiri. Oleh karena itu Jatidiri harus segera diketemukan kembali dengan satu satunya jalan kembali kepada Hindu.
3. Kembali menjadi Hindu Jawa.
Kembali menjadi Hindu, mengandung maksud mengajak umat yang memiliki akal sehat dan hati nurani yang murni sehingga ragu dalam beragama hanya karena mengikuti mayoritas, untuk kembali menjadi Hindu Jawa. Seperti masyarakat Islam KTP yang berjumlah puluhan juta penduduk, yang terdiri dari 2 golongan.
Golongan I : Penganut Islam sekedar untuk tidak disebut atheis.
Golongan II : Penganut Aliran Kepercayaan.
Kedua golongan ini pada umumnya memiliki keyakinan bahwa Tuhan ada didalam lubuk hati nuraninya & bercita cita untuk bertunggal dengan Tuhan (manunggaling kawula Gusti). Ini adalah prinsip Hindu yang tidak sama dengan Islam dimana pemahamannya adalah bahwa Tuhan Allah bersinggasana jauh di atas langit sap 7, tidak didalam hati setiap umatNya. Doa umat Islam apabila meninggal diharapkan berada disisiNya, bukan manunggal seperti pemahaman orang Jawa dijaman dahulu, yang ternyata sama dengan ajaran Hindu.
Untuk ini diperlukan langkah langkah, al :
a. Menyusun buku tuntunan Hindu Jawa.
b. Membuka website pokok pokok ajaran Hindu Jawa.
c. Koordinasi dengan komunitas Jawa yang sudah beragama Hindu.
d. Menyiapkan sarana & prasarana untuk penyebaran ajaran Hindu Jawa.
e. Menyadarkan perlunya gerakan kembali menjadi Hindu Jawa sebagai satu satunya langkah utama untuk mengantar Indonesia ini menjadi Negara Adidaya & pusat kebudayaan dunia.
Tentu saja nilai nilai dasar Hindu tetap menjadi keyakinan didalam ajaran Hindu Jawa, seperti :
· Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Tunggal, yang meliputi semesta alam & seisinya, yang bersinggasana didalam setiap kehidupan & tempat bertunggalnya kembali setiap jiwa (moksha / manunggaling kawula Gusti).
· Berlakunya hukum Karma (ngunduh wohing panggawe), sebagai perwujudan dari keadilan Tuhan Yang Maha Adil. Hukum Karma berlaku terus meskipun seseorang telah meninggal dunia yang kemudian mengalami reinkarnasi (tumimbal lahir).
Mengapa perlu label “Jawa” dibelakang kata “Hindu”? Jawabnya terangkum dibawah ini.
Jawa s/d abad 16 mayoritas beragama Hindu, ketika Islam datang berangsur angsur pindah agama. Dakwah yang disampaikan untuk menggusur Hindu, yang hingga sekarang menjadi penilaian umum adalah : Hindu bertuhan banyak & menyembah para dewa (berhala). Salah satu contoh didalam Ensiklopedi Indonesia ditulis : “Agama Hindu di Jawa terutama merupakan pemujaan Syiwa (Batara Guru & Surya), walaupun disampingnya juga terdapat penyembahan Wisynu”.
Satu penilaian ini saja sudah cukup membuat orang tidak akan kembali ke Hindu. Maka harus menyikapi secara bijaksana (karena berada ditengah tengah mayoritas Islam), dengan menentukan pilihan yang disodorkan didalam Bhagavad Gita (7.23) :
Orang yang menyembah para dewa akan menuju planet planet para dewa, tetapi para penyembah Tuhan akhirnya mencapai tempat tinggal yang tertinggi.
Ditegaskan lagi oleh Resi Walmiki (th 150) didalam karyanya Sri Yoga Vasishtha :
Jiwa jiwa yang memuja hantu & iblis akan mencapai alam mahluk halus. Jiwa jiwa yang memuja para dewa akan mencapai alam dewa loka. Jiwa jiwa yang memuja Brahm (Sang Hyang Widhi) akan mencapai alam sejati (keba-hagiaan abadi yang tak tergantung duniawi).
Yang memuja gambaran (arca, lukisan, figure, dsb) akan menjalani kelahiran yang berulang ulang.
Tuhan tidak boleh dipuja secara pemujaan kepada arca arca. Tuhan harus dipuja melalui pikiran, amalan & iman yang teguh.
Seseorang yang bersandar kepada keluarga, teman, harta benda, dewa dewi & makhluk makhluk suci, tidak akan mencapai Sang Atman (Tuhan yang hadir didalam setiap jiwa).
Jelas sekali bahwa Hindu Jawa harus memilih langsung menyembah Sang Hyang Widhi, sebagai Tuhan yang tidak berbentuk (konsep Nirguna Brahman). Sekali lagi untuk menghindari provokasi dari agama lain bahwa Hindu menyembah para Dewa.
Dalam hal ini Hindu Jawa sama sekali tidak mempersoalkan Dewa dewa sebagai personifikasi, penggambaran atau simbolisasi Tuhan, seperti Dewa Brahma sebagai Tuhan Sang Pencipta, Dewa Wisnu sebagai Tuhan Sang Pemelihara & Dewa Siwa sebagai Tuhan Sang Pemrelina. Apabila Hindu Bali menempuh dharma ini tidak perlu dipermasalahkan.
Juga tidak mempersoalkan cara penyembahan secara bertahap sesuai dengan tingkat spiritual masing masing umat Hindu, seperti : Awalnya memuja Arca Dewa untuk membantu konsentrasi kepada Tuhan, kemudian memuja Dewa sebagai simbolisasi Tuhan dan akhirnya memuja langsung Sang Hyang Widhi. Berikut adalah pandangan Swami Vivekananda dalam buku “Hindu agama universal” tentang hal ini :
Gambar, symbol & gantungan untuk menyandarkan gagasan spiritual, tidak harus diberikan kepada semua orang, tetapi kepada mereka yang memerlukannya. Namun mereka yang tidak memerlukannya, tidak punya hak untuk mengatakan bahwa hal itu salah.
Hindu Jawa termasuk yang tidak memerlukan patung & dewa, untuk menghindari provokasi dari agama lain yang telah “menguasai” masyarakat Jawa. Oleh karena itu memilih seperti yang dikatakan Swami Vivekananda : Agama sebagai ilmu harus didekati dengan pemikiran rasional (akal sehat) dan pengolahan jiwa.
Dalam kaitan ini, Ngakan Made Madrasuta didalam buku “Petunjuk untuk yang ragu”, mengatakan bahwa Hindu telah menyediakan jalan hidup melalui prinsip samaya dharma yaitu nilai nilai etika yang perlu ditempuh seseorang untuk menyesuaikan hidupnya agar selaras dengan masyarakat sekitarnya, seperti :
a. Ahimsa (non kekerasan).
b. Satya (berkata benar & memenuhi perkataannya).
c. Asteya (tidak mencuri & korupsi).
d. Daya (kasih sayang sesama hidup).
e. Titiksa (sabar).
f. Vinaya (rendah hati).
g. Indriyanigraha (pengendalian indriya).
h. Santi (menjaga pikiran damai).
i. Bhakti (pemujaan kepada Tuhan).
Sembilan butir ini yang perlu digarap melalui pengolahan hati dan pikiran untuk mencapai tujuan utama yaitu Moksha (manunggaling Kawula Gusti = bersatunya Atman dengan Brahman). Dengan demikian Hindu Jawa memilih Jnana Yoga yaitu mewujudkan Tuhan didalam kesadaran batinnya dan meningkatkan kemampuan untuk membedakan yang nyata dengan yang maya, yang abadi dengan yang berubah ubah, yang benar dengan yang salah (berwatak wiweka).
Perjalanan hidup untuk menuju Moksha, digambarkan didalam Bhagavad Gita (6.34) sebagai perjalanan kereta berkuda dimana Sang Atman ibarat penumpang, badan ibarat kereta, kecerdasan sebagai kusir, pikiran sebagai tali kendali dan pancaindera sebagai kelima kuda. Spiritualis Jawa pak Mertowardoyo, dalam bukunya “Bisikaning Suksma”, memerinci kereta berkuda sedikit berbeda yaitu pikiran sebagai kusir & 4 nafsu (Satwam, Rajas, Asmara & Tamas) sebagai 4 kuda. Jadi jelas sekali, apakah perjalanan mencapai tujuan atau tidak, tergantung dari pada kemampuan kusir. Apabila kusir patuh dan selalu mendengarkan petunjuk dari Atman (mendengarkan suara hati nurani) maka dengan mengendalikan nafsu akan sampai pada tujuan yaitu Moksha. Tetapi apabila kusir tidak patuh pada penumpang artinya tidak mendengarkan suara hati nurani, tetapi menuruti saja apa kemauan kuda kuda (nafsu nafsu) yang cenderung liar tak terkendali (menuju kepada pemuasan nafsu), maka tidak akan sampai pada tujuan utama melainkan sampai pada segala macam kerusakan.
Maka dari itu pentingnya kecerdasan & menghindari kebodohan (sebagaimana berkali kali diingatkan diatas), karena kebodohan (yang selalu kalah oleh pancaindera & nafsu nafsu) tidak akan mencapai Moksha.
D. RANGKUMAN.
1. Kembali menjadi Hindu adalah mutlak perlu bagi bangsa Indonesia apabila ingin menjadi Negara Adidaya kedepan, karena hanya Hindu satu satunya agama yang dapat memelihara & mengembangkan Jatidiri bangsa sebagai modal dasar untuk menjadi Negara maju.
2. Disisi lain potret bangsa Indonesia dimasa kini sudah kehilangan Jatidirinya, disebabkan oleh pengaruh syariat agama yang faktanya mengetrapkan budaya Arab yang menggusur budaya bangsa yang adiluhung.
3. Oleh karena itu langkah awal yang perlu ditempuh adalah menjadikan Jawa kembali Hindu dengan penyebaran ajaran yang bebas dari provokasi bahwa Hindu menyembah para Dewa.
4. Dengan tetap berpegang pada ajaran dasar Hindu tentang Tuhan yang meliputi semesta alam & tempat bertunggalnya kembali setiap jiwa (Moksha) serta berlakunya hukum Karma yang berlanjut hingga reinkarnasi, Hindu Jawa memilih ajaran yang mengutamakan pengolahan hati dan pikiran berdasarkan keTuhanan Yang Maha Tunggal. Jadi tidak mempersonifikasikan Tuhan dengan apapun & tidak melalui penyembahan kepada para dewa.
5. Inilah gagasan bagaimana menjadi Hindu (Jawa) yang sebenarnya & masa depan Hindu sebagai pemeluk agama mayoritas didalam Negara Adidaya Indonesia yang tidak ada lagi praktek pembodohan sistemik baik oleh ajaran agama sendiri maupun oleh pemerintah.